Saint Maud : Kegilaan Yang Mengecewakan

Europe  
Saint Maud
Saint Maud

Sejak kecil saya tidak pernah suka film horor, sampai dua tahun yang lalu. Entah bagaimana mulanya tapi pandemi membuat saya terobsesi dengan film-film horor Hollywood. Mungkin berawal dari siniar-siniar (podcasts) yang saya dengarkan.

Awalnya saya menonton sebuah serial antologi horor di layanan streaming Catch Play. Saya lupa judul antologinya apa. Kemudian saya beralih ke Amazon Prime. Di sana saya terobsesi dengan Lore, serial televisi yang diangkat siniar misteri.

Di Prime saya juga menikmati Truth Seekers, serial komedi horor dari Nick Frost dan Simon Pegg. Kemudian berkembang rasa ketertarikan saya pada film horor. Sebelumnya saya tidak pernah sengaja menonton film horor sendirian.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sebelum pandemi saya hanya menonton film horor bila diajak teman atau keluarga. Bila sendiri saya memilih menyaksikan film genre lain. Tapi gejolak kesehatan global mengubah preferensi saya.

Saya mulai menyukai film horor. Saya merasa film horor, seseram apa pun tidak seburuk kenyataan yang sedang terjadi di seluruh dunia. Di awal gelombang pertama pandemi hampir setiap jam orang meninggal dunia karena virus.

Film horor terakhir yang saya tonton adalah Saint Maud. Film tahun 2020 itu sudah lama ingin saya tonton. Karena saya kira nuansanya seperti Hereditary (2018). Tapi ternyata tidak. Mungkin ada sedikit Hereditary dan sedikit Midsommar. Tapi saya menyukai horor Inggris.

Salah satu film horor Inggris favorit saya adalah Ghost Stories (2017) yang ditulis dan disutradarai Jeremy Dyson dan Andy Nyman. Tapi Saint Maud berbeda. Memang terasa nuansa independennya.

Fokus pada psikologis dan kefanatikan beragama di masyarakat moderen. Saint Maud tidak bercerita tentang hantu. Tidak ada hantu di film ini. Tidak ada musuh yang harus dilawan, tidak ada iblis yang dipulang ke neraka.

Hanya ada seorang perawat muda, dan pasiennya yang sekarat. Saint Maud hanya bercerita tentang kegilaan yang timbul karena ketidakmampuan mendengar suara Tuhan.

Film tentang kegilaan selalu seharusnya menarik. Sayang plot akhir yang sepertinya ditulis dan diproduksi terburu-buru hanya menciptakan kebingungan. Film-film bertema kegilaan mestinya membuat penonton berpikir, terutama memikirkan kekuasaan, kekuasaan atas makna kewarasan.

Saint Maud hampir mampu melakukannya. Hampir. Sayang akhir yang kabur hanya menyisakan kekecewaan.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

0

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image