Female Lead 2 : Secret Society of Second-Born Royals

Privilege kerap kali disangkal. Sebab keuntungan yang didapat karena memiliki sesuatu yang tidak dimiliki kebanyakan orang tidak akan mengesankan siapa pun. Privilege adalah mencuri start dalam perlombaan kehidupan.
Contohnya seperti lahir di keluarga kerajaan. Tapi entah apa yang ada dipikiran para eksekutif Disney hingga memutuskan untuk merilis film pahlawan super yang mendapat kekuatan karena lahir dari keluarga kerajaan.
Saya tidak mencari informasi lebih banyak tentang film Secret Society of Second-Born Royals. Cukup dengan menontonnya dan dapat memberi kesimpulan ada yang tidak peka dengan urusan kelas sosial.
Bila mengikuti perkembangan berita dua atau tiga tahun terakhir atau mungkin cukup melalui media sosial. Kata privilege seharusnya akrab di telinga. Bagaimana orang-orang kaya dan anak-anak mereka bisa dengan mudah mendapatkan yang mereka inginkan dengan mengabaikan hak orang lain.
Di Amerika Serikat contohnya. Dua atau tiga tahun yang lalu ramai tentang sejumlah selebriti yang menyuapkan pejabat universitas agar anak-anak mereka dapat masuk ke perguruan tinggi favorit atau Ivy League.
Lalu Pangeran Andrew, putra Ratu Elizabeth kedua yang terlibat kasus pemerkosaan tapi tidak pernah ditahan. Dan ada ribuan contoh bagaimana kalangan kelas atas menggunakan privilege mereka. Isu begitu keras selama musim politik di AS.
Ketika anak-anak mantan Presiden Donald Trump memiliki privilege yang tidak dimiliki kebanyakan orang Amerika. Isu ini banyak diangkat anggota House of Representative Alexandria Ocasio Cortez, Ilhan Omar dan lain-lain. Serta mantan kandidat presiden dan Senator Bernie Sanders.
Lalu tiba-tiba Disney merilis Secret Society of Second-Born Royals. Yang mana anak-anak kedua dari keluarga kerajaan memiliki keterampilan khusus yang membuat mereka menjadi pahlawan super.
Tokoh utama film ini Sam menjadi pahlawan karena ia lahir dari keluarga kerajaan. Ia memiliki kemampuan indra super, dapat melihat dan mendengar objek-objek dari sangat jauh. Bisa dibayangkan betapa privilege hidupnya.
Demografi film ini juga tidak jelas, anak berusia di atas tiga sampai tujuh tahun atau di atas delapan tahun. Kalau memang untuk anak balita isu yang diangkat di akhir film cukup kompleks seperti upaya menjatuhkan monarki sampai pembentukan parlemen.
Remaja jelas tidak akan bersedia menonton film ini. Walaupun sepanjang film membahas kebingungan identitas Sam. Bagaimana ia "tidak cocok" untuk menjadi keluarga kerajaan dan lebih suka bebas dan tidak terbebani tugas kerajaan.
Disney gagal menjadikan Sam sebagai pahlawan. Hanya anak manja yang bergelimang keberuntungan.
