Drive To Survive : Dokumenter Olahraga Favorit Tahun Ini
USDokumenter olahraga di Netflix selalu menyenangkan ditonton. Setelah The Last Dance mungkin yang paling menarik adalah Formula 1: Drive To Survive. Saya memang baru menonton musim tayang yang terbaru yakni keempat.
Tapi saya sangat menikmatinya. Dokumenter ini tidak hanya tentang menjadi siapa yang tercepat. Drama tidak hanya muncul di sirkuit. Tapi juga di luar potdek, konferensi pers, rapat tim dan garasi. Intrik-intrik psikologis antar tim dan pembalap sungguh menyita rasa penasaran.
Daya magis dokumenter olahraga ada pada semangat juang para atletnya. Bagaimana mereka berusaha membuktikan diri sebagai yang terbaik di dunia. Bagaimana yang terbaik tetap rendah hati. Bagaimana arogansi pemula tidak berarti.
Drive To Survive berhasil mempertahankan perhatian penonton dari satu episode ke episode lainnya. Lewis Hamilton, Max Verstappen, Valtteri Bottas, Daniel Ricciardo
George Russell, Yuki Tsunoda dan lain-lain memiliki drama dan kisahnya sendiri-sendiri.
Tidak hanya perjuangan para pembalap ini yang menjadi daya tarik Drive To Survive. Tapi juga kerja keras pada tim prinsipal seperti Toto Wolff, Christian Horner, Mattia Binotto, Guenther Steiner, Zak Brown dan lain-lain.
Sayang dokumenter ini tidak banyak mengulik tentang perubahan mesin atau mobil dari satu musim ke musim lainnya. Karena jelas ada sedikit perubahan, tidak hanya peraturan tentang chasis tapi performa mobil setiap musim selalu berubah.
Drive To Survive lebih fokus pada upaya menjadi pemenang, meraih poin dan bertahan di lintasan. Seperti kebanyakan dokumenter olahraga lainnya seri ini mengajarkan tentang kerja keras, dedikasi dan perjuangan meraih mimpi.
Tidak sekontroversial The Last Dance atau dokumenter lainnya. Drive To Survive tetap menyenangkan untuk ditonton. Konflik-konfliknya tetap menegangkan.
Sejauh ini Drive To Survive menjadi dokumenter olahraga terfavorit tahun ini.